Said Nursi: Keajaiban dari Turki dan Risalah Nur
Di Indonesia namanya mungkin tidak sepopuler ulama-ulama lain yang lebih mendunia, tetapi karyanya yang paling fenomenal, Risalah Nur, cukup sering di kaji di pesantren-pesantren tanah air. Ia adalah Bediuzzaman Said Nursi, seorang ulama sekaligus pelopor pergerakan Islam di Turki Modern. Ia juga yang pertama kali berkonfrontasi dengan negara sekuler Turki setelah runtuhnya Dinasti Turki Utsmani. Selama hidupnya, Said Nursi telah dipenjara selama 28 tahun dan diasingkan sebanyak 21 kali, kebanyakan kitab-kitab karangannya ditulis di penjara atau di pengasingan. Karya-karya yang ditulis oleh Said Nursi pun tidak hanya tersebar di Turki, namun saat ini telah tersebar hampir di semua negara muslim di seluruh dunia.
Said Nursi lahir pada tahun 1290 H/1873 M7 di kampung yang bernama Nurs, dekat Van Golu di daerah Bitlis, Turki. Keluarganya adalah suku Kurdi. Ayahnya bernama Mizan, seorang sufi dari ordo Naqsyabandi dan ibunya bernama Nuriye, berasal dari Bilkan. Mereka mempunyai tujuh orang anak yaitu Durriyah Hanim, Alimah Hanim, Abdullah, Said Nursi, Muhammad, Abdul Majid, dan Marjan. Said Nursi mulai belajar Al-Qur`an saat remaja dari kakaknya, Abdullah. Lalu ia mempelajari ilmu-ilmu agama dasar di kota Beyazid setelah sebelumnya mempelajari buku-buku tata bahasa dan sintaksis Arab. Pada saat usianya sekitar 18 tahun, ia mengonsentrasikan dirinya untuk mengkaji ilmu-ilmu agama dan logika.
Selanjutnya Said Nursi mempelajari ilmu-ilmu keislaman di bawah bimbingan para ulama terkemuka, seperti Syekh Mehmed Celali dan Syekh Mehmed Emin Efendi. Setelah menguasai berbagai ilmu-ilmu keislaman dan lulus sebagai sarjana, Said Nursi mengejar pendidikan lanjutan dalam bidang filsafat, mistisisme, sejarah, matematika, dan fisika. Menurutnya, pendekatan terhadap ilmu pengetahuan modern membuka cakrawala intelektualnya atas bahaya pemikiran sekuler Barat. Atas berbagai macam pencapaiannya di bidang ilmu penegetahuan itu, Syekh Mehmed Emin Efendi memberikan sebutan Bediuzzaman kepada Said Nursi yang berarti keajaiban zaman.
Pergerakan Said Nursi dalam melawan sekulerisme sebetulnya sudah dimulai Saat Turki Utsmani memberlakukan konstitusi kedua pada masa kekuasaan Sultan Mahmud II, di mana saat itu sudah muncul kelompok-kelompok yang berusaha mengkritik kesultanan, utamanya terhadap konsep kebebasan, akibat semakin kuatnya pengaruh barat terhadap Turki. Pada awalnya Said Nursi lebih memfokuskan dirinya untuk menulis sebagai media untuk menjelaskan makna kebebasan dalam Islam dan pengaruh Islam dalam kehidupan politik. Serta tuntutannya agar nilai-nilai Islam tetap diterapkan dan jangan sampai menyalahartikan makna kebebasan. Langkah tersebut ditempuh karena ada pihak-pihak yang memanfaatkan perubahan konstitusi untuk melawan Islam. Said Nursi pernah berkata saat berdebat dengan salah seorang Mufti Mesir, Syaikh Muhammad Bakhit : “Negara Utsmani sedang mengandung Eropa dan suatu hari akan melahirkan negara Eropa, sedangkan Eropa sedang mengandung Islam dan suatu hari akan melahirkan negara Islam”.
Gerakan Nursiyah.
Gerakan Nursiyah adalah sebuah gerakan keagamaan Islami yang pembentukannya lebih mendekati pada hakikat iman dan amal dengan segala kegiatannya berdasarkan Al-Qur`an dan Sunnah yang bertujuan untuk memperbaharui arus perkembangan Islam serta upaya membendung ekspansi sekularisme Kemal Attaturk yang terus menyebar di Turki setelah jatuhnya Khilafah Utsmani. Gerakan ini mulanya menempuh jalur pendidikan dan dakwah Islam sesuai Al-Qur`an dan Sunnah nabi. Namun karena adanya kondisi sosial politik yang dapat mengakibatkan penyimpangan ideologi Islam dengan berkembangnya paham atheisme dan materialisme yang dimasukkan oleh dunia Eropa, membuat gerakan ini menjadi bersifat politis. Said Nursi juga sempat masuk sebuah organisasi bernama Ittihadi Muhammadi, yang didirikan oleh seorang sejarawan bernama Dervis Vahdeti. Salah satu tujuan pembentukan organisasi tersebut adalah melakukan perlawanan terhadap kekuasaan absolut melalui tulisan-tulisan di surat kabar bernama Volkan. Namun menurut Said Nursi maksud dan tujuan dari organisasi itu sebetulnya sebagai tonggak gerakan memperkuat moral dengan cara memberi napas baru terhadap penafsiran syariat dan Sunnah Rasul.
Saat pemerintahan Turki berganti menjadi republik dibawah kekuasaan Kemal Attaturk, Said Nursi diasingkan ke Barla, sebuah bukit perkampungan di bagian barat Turki. Pada masa itulah dimulainya babak baru Said Nursi. Babak baru itu ia tunjukkan dengan menjauh dari dunia politik, hal ini dapat terlihat dari slogan atau pernyataannya:
“A`udzubillahi minasysyaithani waminassiyasah” (Aku berlindung kepada Allah dari setan dan dari politik).
Ia menganggap perjuangan politik penuh dengan intrik dan pertentangan. Sejak itu Said Nursi memfokuskan pemikirannya pada masalah keimanan dan aspek-aspek akidah. Namun, hal itu tidak menyurutkan musuh-musuhnya dalam menghalangi aktivitasnya. Pemerintah pada saat itu menganggap karya-karyanya yang tertuang dalam Risalah Nur dapat membahayakan dan menjadi ancaman bagi kemajuan negara Turki. Said Nursi akhirnya hidup dari tempat pengasingan ke tempat pengasingan. Namun ajaibnya, Said Nursi tetap konsisten dengan dakwahnya dan justru menghasilkan banyak murid serta simpatisan. Karena hal itu, Said Nursi sering dituduh dan dibawa ke persidangan dengan alasan-alasan yang tidak terbukti kebenarannya. Tindakan sewenang-wenang rezim Turki saat itu justru kian memantik Gerakan Nursiyah, murid-murid Said Nursi secara terorganisir menyebarkan tulisan dan karya-karya Sang Ulama ke seluruh penjuru negeri.
Pada pemilihan umum Turki tahun 1950, Said Nursi kembali berpolitik secara tidak langsung. Ia dan murid-muridnya memberikan dukungan pada Partai Demokrat saat itu, dengan pemikiran bahwa partai tersebut akan memberikan kebebasan kepada umat Islam untuk beraktifitas. Dengan kemenangan Partai Demokrat, Said Nursi memang kembali memiliki kebebasan dalam berdakwah, tetapi ia tetap disidang dan diasingkan karena Risalah Nur yang dianggap oleh pemerintah sebagai ancaman. Namun ia dan pengikutnya terus berusaha menulis dan menyebarkan ajaran-ajaran Risalah Nur sampai akhir hayat.
Di pengasingan, kondisi kesehatan Said Nursi semakin menurun hingga kondisi fisiknya semakin memburuk. Pada pagi hari di tanggal 23 Maret 1960 Said Nursi wafat.
Gerakan Nursiyah yang membawa kecintaan bagi umat manusia membuat gerakan ini menjadi dikenal dan memiliki banyak pengikut. Pengikut Said Nursi dikenal dengan nama “Nurcu” yang berarti nur (cahaya), yang merupakan lambang penting dalam Al-Qur`an, “orang-orang cahaya”. Gerakan ini tidak hanya berkembang di Turki saja tapi hampir di seluruh negara Islam. Risalah Nur, yang merupakan tafsir Al-Qur’an dengan tebal lebih dari 6 ribu halaman, kini telah tersebar di banyak negara tak terkecuali Indonesia. Selain perkara tafir Al-Qur’an, dalam kitab Risalah ini Said Nursi juga banyak menyinggung tentang moralitas yang memang merupakan platform pemikirannya. Kita akan banyak menemukan alur pemikirannya yang bermuara pada pembangunan moralitas. Selain masalah moral, pokok tema dalam penafsiran Nursi juga banyak merespon isu relevansi negara Islam, apakah masih patut diperjuangkan sebagai dasar negara atau tidak. Tentang hubungan antara Islam dan modernitas juga tak luput dari pembahasannya. Kemudian yang tidak kalah pentingnya, masalah keadilan dan persamaan hak antara laki-laki perempuan juga menjadi pembahasan yang mendapat perhatian Nursi. Sebagai bocoran, Said Nursi mempunyai risalah khusus tentang perempuan.
Di Indonesia, cukup banyak ulama-ulama yang semasa hidupnya berjuang seperti halnya Said Nursi dengan berjuang di jalan dakwah dan politik. Namun, satu hal yang bisa dipelajari dari Said Nursi adalah sikap proporsionalnya; mampu mengambil keputusan tepat dalam setiap situasi dan kondisi. Ia tidak memaksanakan diri untuk terus melakukan pergerakan politik jika situasi tidak mengizinkan. Mungkin saja Said Nursi berpikir jika ia terus bergerak secara radikal, maka itu hanya akan merugikan dirinya dan Islam. Sebaliknya, dengan keputusan Said Nursi yang memilih untuk lebih berikhtiar di jalan dakwah dengan terus menebarkan pikirannya, sekarang ia memiliki jutaan pengikut yang juga turut menjadi nur (cahaya) di berbagai belahan dunia.
Referensi:
Ali, A. Mukti. 1994. Islam dan Sekularisme di Turki Modern. Jakarta: Djambatan.
Nasution, Harun. 1992. Pembaruan Dalam Islam, Sejarah Pemikiran dan Gerakan. Jakarta: Bulan Bintang.
Nursi, Said. 2003. Risalah Nur: Menjawab yang tak terjawab menjelaskan tang tak terjelaskan, diterjemahkan Sugeng Hariyanto, dkk. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.
Salih, Ihsan Kasim. 2003. Said Nursi Pemikir dan Sufi Besar Abad 20 (Membebaskan Agama dari Dogmatisme dan Sekularisme). Jakarta:PT. Rajagrafindo Persada.
Sulaiman, Wan Jaffree Wan. 1987. Mujaddid Islam Sheikh Bediuzzaman Said Nursi. Ankara: Ihlas Nur Nesriyat.
Vahide, Sukran. 2007. Biografi Intelektual Bediuzzaman Said Nursi (Transformasi Dinasti Usmani menjadi Republik Turki. Jakarta: Anatolia Prenada Media Group.